Jumat, 03 Juli 2009

Apa itu Action Learning???

Apa itu Action Learning?

Istilah Action Learning kerap digunakan untuk menjelaskan berbagai variasi kegiatan training interaktif. Konsep ini sebenarnya sudah berumur 60 tahun lebih tetapi dinilai masih relevan dengan kondisi saat ini.

Berikut ini adalah sebuah catatan ringkas bagaimana gagasan Action Learning dilahirkan dan disebarluaskan. Pada 1912, seorang anggota Badan Penyelidik Inggris, yang melakukan investigasi atas tenggelamnya kapal penumpang raksasa Titanic, menemukan bahwa ternyata para insinyur Titanic sama sekali tidak memperdulikan masalah keamanan kapal raksasa itu pada saat kapal itu dibangun.

Ia kemudian menceritakan temuan itu kepada anaknya, Reg Evans, yang kemudian bekerja sebagai pakar fisika di Cavendish Laboratory. Sang anak kemudian mengubah cara berinteraksi para peneliti saat bekerja. Mereka bekerja dengan cara interaktif melalui saling bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan kritis, memecahkan masalah secara kolaborasi. Hasilnya, laboratorium ini berhasil menemukan inovasi-inovasi baru di bidang fisika tehnik.

Pada 1945, saat Reg Revans bekerja sebagai Direktur Pendidikan dan Pelatihan Badan Pertambangan Batubara Nasional Kerajaan Inggris, dia menggunakan pengalamannya untuk membentuk tim kecil yang beranggotakan 4-5 manajer untuk memecahkan masalah yang dihadapi organisi. Tim itu secara periodik melakukan konsultansi antar-anggota tim. Tim-tim ini berhasil memecahkan banyak masalah melalui proses saling memberikan konsultansi. Kemudian Revans memberikan label proses ini sebagai Action Learning yang digunakan untuk memecahkan masalah dan mengembangkan kapasitas manusia di berbagai organisasi. Bagaimana pun juga, Action Learning masih diabaikan oleh pada pelatih dan konsultan sampai 1970-an. Ketika banyak industri semakin menjamur di berbagai negara di dunia, Action Learning dihidupkan kembali dan menjadi alat manajemen yang ampuh.

Berikut ini adalah 3 faktor utama yang berkaitan dengan proses Action Learning.

Task. Masalah yang menantang adalah jantung pada semua proses Action Learning. Tantangan ini hendaknya berkaitan dengan tugas-tugas yang nyata—bukan suatu tugas yang disimulasikan (yang kemudian direfleksikan pada kegiatan sehari-hari). Task hendaknya memiliki nilai-nilai strategik dan konsekuensi jangka panjang bagi keseluruhan organisasi serta berdampak pada keseluruhan organisasi. Task bukan sebuah tugas yang bisa dituntaskan oleh prosedur standar yang telah ada tetapi membutuhkan kreasi dan aplikasi pendekatan-pendekatan yang baru.

Team.Action Learning dikerjakan oleh tim yang beranggotakan 4 sampai 8 orang. Anggota tim diusahakan memiliki latar belakang berbeda agar menjamin proses belajar yang maksimum. Anggota tim hendaknya menggambarkan perbedaan tugas, budaya, kepribadian, cara berfikir dan gaya belajar.

Thoughtful action. Kegiatan Action Learning yang efektif sebaiknya seimbang antara teamwork dan team learning. Proses ini membutuhkan tata waktu dan berbagai alat bantu yang memadai sehingga anggota tim bisa menjalankan pekerjaannya, melakukan refleksi atas proses, memperoleh prinsip-prinsip dan pemahaman baru serta saling berbagi peran di antara anggota tim.

Mengapa menggunakan Action Learning?

Kombinasi “doing” dan “thinking” pada kegiatan Action Learning menghasilkan beberapa manfaat yang unik.

Ownership. Karena tim muncul dengan sebuah rencana yang akan segera dilakukan, maka anggota tim merasa memiliki pada apa yang akan dikerjakan dibandingkan dengan tugas-tugas yang dibuat dari atas.

Creativity. Keragaman anggota tim Action Learning menjamin perbedaan cara pandang. Karena tantangan yang dihadapi relatif besar maka akan muncul rasa menjadi sebuah tim. Faktor ini membuat ide-ide lebih kreatif dibandingkan yang dihasilkan oleh individu atau komite yang anggotanya homogen.

Communication. Tim Action Learning yang lintas fungsional meningkatkan dan memperbaiki komunikasi antar kelompok yang berbeda-beda. Dengan memperkuat sebuah tim Action Learning untuk mampu mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang pas, kita sedang mendorong—dan memberikan penghargaan—kepada anggota tim untuk saling berbicara yang terfokus pada keseluruhan organisasi daripada berbicara untuk satu bagian saja.

Personal growth. Action Learning mengubah baik organisasi maupun individu. Pada sisi pribadi, orang belajar pengetahuan dan ketrampilan baru yang berkenaan dengan pekerjaannya. Mereka secara khusus memperoleh ketrampilan interpersonal berkenaan dengan leadership, teamwork, keragaman dan pengambilan keputusan. Anggota kelompok memperoleh manfaat dari pandangan yang lebih luas tentang organisasi dan belajar bagaimana berbagai upaya orang untuk berkontribusi pada —dan memperoleh manfaat dari—usaha tim, bagian, organisasi dan komunitas di sekitar organisasi.

Application. Berbeda dengan belajar di dalam kelas atau web-based learning, Action Learning memproduksi pengetahuan dan ketrampilan yang benar-benar bisa digunakan dalam pekerjaan. Action Learning mengandung semua keunggulan pada On the Job Training (OTJ). Pada banyak kasus, keunggulan Action Learning melampaui OTJ karena Action Learning melibatkan lebih banyak tantangan-tantang yang strategik yang dikonfrontasikan pada keseluruhan organisasi sebagai sistem total.

Tipologi Action Learning

Action Learning mengandung tiga elemen kunci yakni task, team dan thinking. Hal ini digunakan dalam menentukan suatu tantangan, mengelola sebuah tim, mengumpulkan informasi, analisis masalah, menciptakan gagasan, menguji alternatif, memilih solusi dan melaksanakannya. Pada setiap langkah ini akan melalui tahapan refleksi, generalisasi dan aplikasi. Sementara semua kegiatan Action Learning melibatkan elemen dan tahapan di muka, ada beberapa dimensi lain yang penting:

Teams. Pada project-based approach (pendekatan berbasi proyek), sebuah tim Action Learning dibentuk untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan khusus. Setelah tim menyelesaikan tugas tersebut (dan telah belajar dari proses yang terjadi), tim kemudian dibubarkan. Pada team-based approach (pendekatan berbasis tim), sebuah tim Action Learning bekerja untuk menuntaskan kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda—kadang bersifat simultan dan saat lain bersifat sekuensial. Pada pendekatan ini, para anggota tim menyampaikan masalah-masalah yang ia hadapi di bidangnya. Kemudia, saat seorang anggota tim menyampaikan masalahnya, anggota lain akan bertindak sebagai konsultan. Sebuah tim Action Learning berfungsi terus-menerus untuk mampu menangani banyak pekerjaan dan waktu yang tidak terbatas.

Commitment. Beberapa kegiatan Action Learning berdurasi pendek (beberapa minggu) atau bisa saja bekerja beberapa tahun. Kadang-kadang, pekerja yang menjadi anggota tim Action Learning bersifat paruh waktu dan sisa waktunya ia gunakan untuk bekerja seperti biasa. Pada saat tertentu, anggota tim Action Learning bisa juga purna waktu. Yang jelas, kegiatan Action Learning yang bersifat jangka panjang dengan anggota purna waktu agaknya akan menghasilkan tindakan dan pembelajaran yang efektif.

Interaction. Anggota tim Action Learning umumnya melakukan beberapa kali pertemuan tatap muka. Dengan berkembangnya internet, website, chatroom, forum dan email, tim Action Learning bisa bekerja dan berdialog secara langsung walau saling berjauhan.

Learning. Pada emergent-topic approach, tim Action Learning menganalisis tindakan-tindakan mereka tanpa menggunakan sistem kategorial yang terpilih. Hasil pembelajarannya kadang-kadang tidak terduga (tetapi tetap relevan). Pada targeted topics approach, tugas bagi tim Action Learning sengaja dipilih untuk mencari peluang mengeksplorasi beberapa topik tertentu. Pendekatan Action Learning baik untuk mempelajari topik-topik seperti change management, problem solving, team building, leadership, communication skills dan personal mastery.

Planning Checklist

Gunakan enam butir berikut untuk mengurut kegiatan perencanaan. Perencanaan Anda bisa dikaitrakan dengan keseluruhan proyek (beberapa bulan) atau sebuah kegiatan jangka pendek. Gunakanlah daftar checklist sefleksibel mungkin. Tak perlu khawatir jika Anda ingin melakukannya tanpa harus berurutan. Atau, Anda tidak menggunakan beberapa checklist yang ada.

1. Jelaskan Tujuan Proyek. Tujuan proyek harus jelas dan spesifik. Ujilah mengapa setiap tujuan itu penting. Jika alasannya jelas, naik setingkat pada tujuan akhir setiap tujuan.

2. Diskusikan informasi yang relevan. Berbagi perbedaan fakta dan persepsi yang berkaitan dengan tujuan proyek. Dorong berfikir dari kacamata yang berbeda.

3. Tetapkan Perbedaan yang Terjadi. Menentukan perbedaan antara situasi saat ini dan situasi ideal yang dibayangkan oleh tujuan proyek.

4. Ciptakan Banyak Gagasan. Gunakan berbagai tehnik yang berbeda untuk menemukan strategi jitu untuk mencapai tujuan proyek.

5. Nilalah Gagasan-Gagasan itu. Nilailah setiap gagasan dengan cara membandingkan untung ruginya. Pilihlah gagasan yang terbaik berdasarkan penilaian Anda.

6. Padukan Gagasan-Gagasan itu. Satukan gagasan-gagasan terpilih dengan rencana kerja.

Debriefing Checklist

Gunakan enam pertanyaan berikut untuk membantu proses refleksi pengalaman, temuan yang penting dan berbagi sesama anggota tim. Anda hendaknya menggunakan pertanyaan berikut untuk merefleksikan keseluruhan proyek. Gunakan pertanyaan-pertanyaan ini dengan fleksibel. Persilakan peserta melakukan refleksi dengan spontan. Bila diskusi berlarut-larut usahakan kembali pada pertanyaan inti.

1. Bagaimana perasaan Anda? Apa reaksi Anda pada kegiatan tadi? Mengapa Anda merasa seperti itu? Apa pendapat Anda mengapa terjadi perasaan yang berbeda-beda pada anggota kelompok?

2. Apa yang terjadi selama kegiatan berlangsung? Apa ada sesuatu yang berbeda? Apakah ada situasi yang dinilai sulit? Apa penyebabnya? Apa akibatnya?

3. Apa yang telah Anda pelajari? Pemahaman baru apa yang peroleh? Apakah Anda menemukan prinsip-prinsip umum yang baru? Ketrampilan dan pengetahuan baru apa yang Anda peroleh?

4. Bagaimana semua hal yang kita lakukan berkaitan dengan kerja kita sehari-hari? Pada situasi apa kelakuan kita sama atau berbeda dengan perilaku kita sehari-hari?

5. Apa yang yang akan terjadi jika semua faktor tersebut berbeda? Apa yang terjadi jika jumlah anggota tim bertambah? Apa yang terjadi jika kita memiliki anggota tim yang lebih sedikit? Apa yang akan terjadi jika kita memiliki waktu lebih banyak untuk berdiskusi? Apa yang terjadi bila kita punya waktu lebih sedikit?

6. Apa selanjutnya, Bagaimana kita bisa menggunakan pemahaman dan pengetahuan baru ini bagi pertemuan sejenis pada masa datang? Bagaimana kita menggunakan pengetahuan itu pada kerja kita sehari-hari?

Peran dan Fungsi pada Action-Learning Team

Pemilik Proyek

• Menjelaskan masalah dan peluang yang ada.

• Menjelaskan tujuan proyek

• Meminta masukan dan umpan balik yang bermanfaat.

• Menyediakan informasi yang dibutuhkan

Fasilitator

• Mengeloal diskusi kelompok

Koordinator

• Mengatur jadwal pertemuan.

• Mengatur ruang dan peralatan pertemuan.

Rekorder

• Tangkap butir-butir penting dari diskusi kelompok

• Membuat rencana kegiatan

• Menyebarluaskan ringkasan diskusi dan rencana kegiatan kepada keseluruhan anggota tim.

Discussion Questions

1. Apa tujuan utama proyek? Mengapa tujuan itu penting?

2. Bagaimana kita tahu jika kita telah mencapai tujuan itu? Bagaimana kita melakukan evaluasi sukses yang dicapai? Produk apa saja yang seharusnya ada pada saat akhir kegiatan?

3. Apa saja yang menghambat kita mencapai tujuan?

4. Apa saja tujuan kegiatan kita? Apa saja tujuan pembelajaran kita?

5. Apa tujuan pertemuan kita? Bagaimana pertemuan ini memiliki kaitan dengan tujuan utama proyek?

6. Berapa besar sebenarnya anggota tim proyek yang ideal?

7. Siapa yang seharusnya menjadi anggota tim? Apakah kita perlu mengundang orang lain untuk bekerja di dalam tim?

8. Apakah kita membutuhkan fasilitator untuk membantu tim kita?

9. Apa peran dan fungsi setiap anggota tim?

10. Sumberdaya apa saja yang seharusnya ada untuk mencapai tujuan utama?

11. Berapa lama proyek ini akan selesai?

12. Informasi apa saja yang kita butuhkan? Sumber-sumber informasi mana saja yang penting bagi proyek ini? Bagaimana kita mengumpulkan informasi dari sumber yang berbeda-beda?

13. Apa yang diperkirakan akan berjalan salah pada proyek ini? Apa penyebab utama yang bisa menggagalkan proyek ini? Bagaimana kita bisa mengurangi dampak buruk ini?

14. Berapa banyak sebaiknya anggota tim bertemu? Setiap pertemuan membutuhkan waktu berapa lama?

15. Apakah perlu aturan umum bagi pertemuan tim?

16. Bagaimana jalan terbaik agar semua anggota tim bisa berpartisipasi dan hadir?

17. Bagaimana kita membawa metode Action Learning kepada keseluruhan organisasi?

18. Tujuan-tujuan organisasi seperti apa yang pasa untuk Action Learning?

19. Apa kaitan antara Action Learning dan berbagai upaya perubahan di dalam organisasi?

20. Apa kaitan antara Action Learning dan upaya pengembangan kapaitas di dalam organisasi seperti training dan pendidikan?

21. Bagaimana kita mengelola keseimbangan antara…

• Teamwork dan kerja individual?

• Meeting dan bentuk2 komunikasi lainnya

• Kerja proyek dan kerja rutin?

• Action dan learning?

• Menuntak proyek saa ini dan siap melaksanakan proyek baru?

• Refleksi individual dan diskusi kelompok?

Bagaimana Kita Bisa Meleset

Walaupun Action Learning adalah sebuah konsep yang sederhana tapi ia membutuhkan perhatian pada beberapa hal agar mencapai manfaat yang optimal. Berikut ini ada enam hal yang bisa membuat Action Learning meleset dari tujuan sekaligus beberapa kita untuk mencegah masalah ini.

1. Lemahnya Komitmen Pribadi. Sesekali, anggota tim menganggap kegiatanya pada kegiatan Action Learning sebagai kerja yang membebani di luar tanggung jawabnya. Bila terjadi konflik, biasanya mereka mengabaikan dan menunda kegiatan Action Learning dan bekerja sesuai dengan tanggung jawabnya. Kejadian ini sering terjadi pada kegiatan proyek yang anggota bekerja secara paruh waktu. Untuk menghindari kasus ini, rekrutlah para staf proyek yang memiliki motivasi tinggi, bebaskan mereka dari pekerjaan sehari-hari dan berikan insentif yang memadai.

2. Lemahnya Komitmen Organisasi. Kesuksesan proyek Action Learning membutuhkan manajemen puncak yang bagus dan berani menyisikan uang serta waktu. Kurangnya dukungan manajemen berakar pada kelemahan komitmen individu. Sekurang-kurangnnya tim diberikan sumberdaya dan kewenangan mengumpulkan inforsma, membuat keputusan penting dan melakukan perubahan-perubahan serta mengambil tindakan penting dan mencapai pembelajaran yang signifikan. Untuk menghindari kasus ini, jangan lakukan proyek Action Learning tanpa komitmen kebutuhan sumberdaya yang dibutuhkan.

3. Penolakan Internal. Divisi pelatihan merasa paling terancam dengan adanya kegiatan Action Learning. Karena, kegiatan Action Learning jauh dari kegiatan pelatihan tradisional di dalam kelas. Demikiran pula orang yang duduk di posisi struktural biasa tidak suka, karena tim Action Learning bisa mengambil keputusan yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk menghindari masalah ini, organisasi harus melakukan perubahan kebudayaan organisasi untuk siaga menerima pembelajaran baru dan pardigma yang lain sebelum memulai kegiatan Action Learning.

4. Anggota yang Terpilih Buruk. Sebuah tim Action Learning yang hanya beranggotakan 2-3 orang biasanya tidak memiliki proses checks and balances yang menjamin perbedaan faktor-faktor yang dibutuhkan. Demikian pula, jumlah anggota yang banyak memberikan kesempatan yang sedikit kepada para anggota. Anggota tim yang memiliki kesamaan pandangan sulit menemukan solusi-solusi alternatif dan tidak mengalami proses dinamika berbagai pandangan yang konstruktif. Sebaliknya, tim bisa disandera oleh perdebatan yang tak pernah henti pada tim yang anggota sangat beragam dan pada gilirannya tidak bisa mengambil keputusan dan tidak bisa belajar banyak. Untuk menghindari hal seperti ini, berhati-hatilah pada jumlah anggota tim dan karakter anggota tim dan menjamin keragaman optimum berbasis pada profesionalisme, afiliasi departemen, variasi kebudayaan dan kepribadian.

5. Ketidakseimbangan antara Action dan Learning. Sebuah tim yang cepat mengambil keputusan dan cepat bertindak secara drastis tanpa melakukan refleksi dan mempelajari konsekuensinya, tidak akan belajar sesuatu yang penting dari proses yang terjadi. Sebaliknya, sebuah tim yang terlalu lama mengumpulkan data, berdebat banyak isu, mencari konstruksi teoritik dan identifikasi banyak hal sebelum menentukan pilihan tindakan, dan kemudian banyak melakukan refleksi, akan terjebak pada academic learning tanpa tindakan yang berarti. Untuk menghindari hal ini, komitmen pada keseimbangan waktu, sumberdaya dan perhatian pada dua elemen penting Action Learning.

6. Fasilitasi yang tidak efektif. Seorang fasilitator dengan perilaku tradisional dengan cara memberikan ketrampilan instruksi yang kuno akan melakukan sabotasi pada kegiatan Action Learning dengan cara memaksakan kehendak dan pandangannya. Untuk menghindari kasus ini, gunakan fasilitator luar yang memiliki pengalaman dan metodologi dalam mengelola proses Action Learning dengan memandu kelompok untuk mengambil keputusan dan menentukan isi pembicaraannya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar